Dua realitas saat ini hidup berdampingan di ibu kota Turki, Istanbul.
Dalam jumpa pers sehari-hari – dan di biografi Twitter-nya – Ekrem Imamoglu dari partai oposisi CHP mengatakan bahwa ia adalah wali kota yang baru.
Hasil perhitungan awal dari dewan pemilu menunjukkan bahwa ia memenangkan pemilihan kepala daerah di Istanbul pada pekan lalu dengan selisih sekitar 25.000 suara.
Tapi di sisi lain, Partai AK yang berkuasa memasang poster-poster kemenangan, dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan kandidat Binali Yildirim mengucapkan terima kasih kepada warga Istanbul atas kemenangan tersebut.
Pemerintah telah menentang hasil di Istanbul dan menuntut penghitungan suara ulang.
Kendati Partai AK memperoleh suara terbanyak secara nasional, mereka kalah di Istanbul, Ankara, dan Izmir. Partai AK juga menentang kemenangan CHP di Ankara.
- Partai pimpinan Presiden Turki Erdogan tolak hasil pilkada setelah kalah di Ankara
- Alasan mengapa ambisi besar Turki di bawah Erdogan terancam runtuh
Presiden Erdogan, tampaknya, belum siap melepas Istanbul — pusat ekonomi Turki sekaligus kota asalnya, tempat ia sendiri pernah menjadi walikota.
"Ini bukan perilaku yang sopan," kata Ekrem Imamoglu tentang poster-poster Partai AK. "Kami mendapatkan hasil dari dewan pemilu dan kami tahu siapa yang memimpin," ujarnya kepada BBC.
Partai AK mengatakan suara yang tidak sah di berbagai TPS telah mencederai hasil pilkada; ia menyebutnya "noda terbesar dalam sejarah demokrasi Turki".
"Tentu saja saya tak setuju," kata Imamoglu.
"Sampai kemarin, pemerintah dan partai berkuasa mengklaim bahwa Turki memiliki sistem pemilihan suara paling kredibel dan mereka memberinya pujian paling tinggi. Satu juta orang bekerja di TPS pada malam itu.
"Jika ada aktivitas mencurigakan, mereka akan mencatatnya dan membuat laporan tertulis — itulah prosedur resmi dalam situasi tersebut.
"Sekarang, satu-satunya penjelasan yang saya punya ialah mereka (Partai AK) mencari-cari alasan atas kegagalan mereka."
Langkah pemerintah menentang hasil perhitungan suara telah menimbulkan tuduhan bahwa mereka munafik. Pemerintah menolak hak oposisi untuk menantang hasil pemilihan lokal yang diperselisihkan di Ankara pada 2014.
Dan pada referendum tahun 2017 untuk mengganti sistem politik Turki sehingga berpihak pada Presiden Erdogan, dewan pemilu yang dijalankan pemerintah memutuskan bahwa kertas suara yang belum dicap bisa diterima dalam penghitungan suara.
Partai oposisi kembali protes — tapi segera dibungkam oleh pemerintah.
Kekalahan di Ankara, Istanbul, dan beberapa kita lainnya menjadi pukulan telak bagi Erdogan dan bisa menjadi titik balik setelah 16 tahun berkuasa.
Jadi apakah ini awal dari akhir kekuasaan sang presiden?
"Semuanya akan berakhir," jawabnya.
"Partai, pemerintahan, hidup itu sendiri. Erdogan telah menyelesaikan tahun ke-17 kekuasaannya. Ada beberapa masalah dan hal yang tidak kami suka — tapi ia sukses secara politik. Tentu saja suatu hari nanti kesuksesan itu akan berakhir."
Kesuksesan CHP yang tampak di Istanbul dan Ankara telah menyegarkan kembali kelompok oposisi yang telah sejak lama dianggap hampir mati dan terpecah belah, sekaligus meruntuhkan aura kehebatan Erdogan.
Lalu apakah Ekrem Imamoglu presiden Turki selanjutnya? Saya bertanya.
"Hanya Tuhan yang tahu," jawabnya sambil tertawa kecil.
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-47811870https://desimpul.blogspot.com/2019/04/partai-erdogan-tak-bisa-terima.html
No comments:
Post a Comment